MENCARI KEPASTIAN HUKUM DALAM PERKAWINAN BEDA AGAMA PASCA LAHIRNYA SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2023

Penulis

  • Steven S. Gugu Universitas Pembangunan Indonesia

Abstrak

Abstrak

Artikel ini hendak membahas isu kepastian perkawinan beda agama. Sebab, Mahkamah Agung telah mengafirmasi melalui Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2023 bahwa melarang Hakim pada semua tingkat peradilan untuk mengabulkan permohonan pencatatan sipil terhadap perkawinan beda agama. Sementara di pihak lain sudah terdapat preseden dalam praktik peradilan yakni penetapan pengadilan nomor 155/Pdt.P/2023/PN. Jkt. Pst yang mengabulkan permohonan pemohon yang melakukan perkawinan beda agama untuk dilakukan pencatatan sipil. Menurut penulis seharusnya Mahkamah Agung tidak menerbitkan surat edaran tersebut, mengingat Undang-Undang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah sebagai pelaksananya tidak memberikan larangan demikian, justru mendikte bahwa perkawinan adalah sah apabila dilaksanakan berdasarkan hukum agama masing-masing, artinya apabila perkawinan tersebut telah dilaksanakan berdasarkan hukum agama tertentu sekalipun masing-masing berbeda agama, harus dilakukan pencatatan sipil.

Kata-Kata Kunci: Kepastian Hukum; Perkawinan Beda Agama.

Abstract

This article is going to discuss the issue of the certainty of interfaith marriage. Because, the Supreme Court has affirmed through the Supreme Court Circular Number 2 of 2023 that it prohibits judges at all judicial levels from granting civil registration applications for interfaith marriages. Meanwhile on the other hand, there is already a precedent in judicial practice, namely court number 155/Pdt.P/2023/PN. Jkt. Pst which grants the application of the applicant who entered into an interfaith marriage for civil registration. According to the author, the Supreme Court should not have issued this circular considering that the Marriage Law and Government Regulations as its implementers do not provide such a prohibition, instead dictating that a marriage is valid if it is carried out based on the law of each religion, meaning that if the marriage is carried out based on the law of a particular religion, civil disability must be carried out.

Keywords: Legal Certainty; Interfaith Marriage.

Referensi

DAFTAR BACAAN

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000.

Prodjohamidjojo, Martiman, Hukum-Perkawinan, Jakarta: Legal Center Publishing, 2007.

S, Salim H., Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Cetakan ke-2, Jakarta: Sinar Grafika, 2003.

Saleh, K. Wantjik, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996.

Subekti, Kamus Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 1990.

…………, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT. Intermasa, 2003.

Syahrani, Ridwan, Seluk Beluk dan Azas-Azas Hukum Perdata, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2013.

Gramedia, https://www.gramedia.com/literasi/teori-kepastian-hukum/, diakses 6 Oktober 2023.

Mahkamah Agung Republik Indonesia, Direktori Mahkamah Agung, file:///C:/Users/User/Downloads/putusan_155_pdt.p_2023_pn_jkt.pst_20231118223814.pdf, diakses 26 September 2023, pukul 18.00.

Unduhan

Diterbitkan

2023-08-02

Cara Mengutip

Gugu, S. S. (2023). MENCARI KEPASTIAN HUKUM DALAM PERKAWINAN BEDA AGAMA PASCA LAHIRNYA SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2023. Journal Scientia De Lex, 11(2), 15–25. Diambil dari http://ejournal.unpi.ac.id/index.php/scientia/article/view/440